Jenis-jenis Simpanan Koperasi
Sumber:
http://nitasumanti.wordpress.com/2011/12/06/simpanan-koperasi/
Dalam
koperasi dikenal ketentuan umum, antara lain tentang berbagai jenis simpanan,
yaitu:
1.
Simpanan pokok adalah
sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat
masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang
bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama
untuk setiap anggota.
2.
Simpanan wajib adalah
jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi
dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan
yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali
selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
3.
Simpanan Suka Rela
adalah :simpanan yang besarnya tidak di tentukan, tetapi bergantung kepada
kemampuan anggota.Simpanan sukarela dapat di setorkan dan diambil setiap saat.
Keanggotaan Koperasi
Sumber : http://tips-belajar-internet.blogspot.com/2009/08/keanggotaan-koperasi-indonesia.html
Sebagai suatu perkumpulan, koperasi
tidak akan mungkin terbentuk tanpa adanya
anggota sebagai tulang punggungnya.
Sebagai kumpulan orang bukannya kumpulan modal. Semakin banyak anggota maka
semakin kokoh kedudukan koperasi. Sebab badan usaha koperasi dikelola serta
dibiayai oleh para anggota, hal ini terlihat dari pemasukan modal koperasi yang
bersumber dari simpanan - simpanan para
anggota, yang dikelompokkan sebagai modal sendiri atau modal equity. Disamping
itu menurut ketentuan Pasal 17 ayat ( 1 ) UU No. 25 Tahun 1992, dinyatakan
bahwa anggota koperasi Indonesia adalah merupakan pemilik sekaligus
sebagai pengguna jasa koperasi. Dari sini bisa disimpulkan bahwa maju mundurnya
badan usaha koperasi adalah sangat ditentukan sekali dari para anggotanya.
Keanggotaan
koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara bebas. Didalam koperasi
dijunjung tinggi asas persamaan derajat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
keanggotaan koperasi dikenal adanya sifat bebas, sukarela dan terbuka. Di dalam
ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992, dinyatakan bahwa keanggotaan
koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha
koperasi.
Dalam
ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa yang dapat
menjadi anggota koperasi adalah setiap warga negara Indonesia yang
mampu melakukan tindakan hukum, atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti
ditetapkan dalam anggaran dasar. Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU No.25
tahun 1992, koperasi Indonesia dapat memiliki anggoa luar biasa. Oleh
ketentuan dari Pasal tersebut, keanggotaan mereka sebagai anggota luar biasa
adalah dimungkinkan, sepanjang mereka memenuhi ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
Dalam
ketentuan Pasal 19 ayat (3) UU No.25 tahun 1992, dinyatakan bahwa keanggotaan
koperasi tidak dapat dipindah tangankan. Dalam hal anggota koperasi meninggal
dunia maka keanggotaannya dapat dipindah tangan / diteruskan oleh ahli
warisnya, yang memenuhi syarat dalam Anggaran Dasar.
Ketentuan
Pasal 17 ayat (2) UU No.25 tahun 1992 menyatakan bahwa keanggotaan koperasi
dicatat dalam buku anggota yang ada pada koperasi bersangkutan. Buku daftar
anggota koperasi tersebut harus diselenggarakan oleh Pengurus Koperasi dan
dipelihara dengan baik. Untuk menghindari adanya kecenderungan anggota hanya
akan mementingkan dirinya pribadi, maka di dalam UU No.25 ahun 1992 diatur
keentuan yang member batasan – batasan terhadap tindakan – tindakan anggota
koperasi, khususnya pada Pasal 20.
Adapun
kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam ketentuan
Pasal 20 ayat (1) UU No.25 tahun 1992, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Mematuhi
Anggaran Dasar Koperasi.
2. Mematuhi
Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
3. Mematuhi
hasil keputusan – keputusan Rapat Anggota Koperasi.
4. Berpartisipasi
dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi.
5. Mengembangkan
dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
6. Dll.
Sedangkan
hak dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam pasal 20 ayat (2)
UU No.25 Tahun 1992, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hadir
di dalam Rapat Anggota
2. Menyatakan
pendapat di dalam Rapat Anggota
3. Memberikan
suara di dalam Rapat Anggota
4. Memilih
dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus atau sebagai pengawas)
5. Meminta
diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan – ketentuan menurut ketentuan dalam
anggaran dasar.
6. Dll
Didahulukannya unsur kewajiban dari
hak anggota koperasi.
Rapat
Anggota Tahunan
Rapat Anggota merupakan syarat bagi badan usaha yang bernama koperasi.
Bukan bermaksud menggurui, tapi sekedar mengingatkan. Bagaimana
pelaksanaan Rapat Anggota sesuai ketetapan UU Koperasi No 25/1992.
Bagi primer Puskowanjati, Rapat Anggota sudah menjadi hajatan rutin
setiap tahun. Kendati sudah menjadi agenda tahunan, tapi masih ada
juga pengurus primer yang begitu tegang tatkala menjelang
dilaksanakannya Rapat Anggota. Anggota yang hadir dalam rapat anggota
seakan menjadi momok yang menakutkan. Terutama ketika menginjak pada
acara pandangan umum. Saat itulah Pengurus seakan menjadi pihak yang
diadili.
Pada pandangan umum itulah, berbagai kritikan, masukan ataupun usulan
disampaikan anggota. Hal tersebut ada yang disampaikan secara tertulis
tapi ada juga yang disampaikan secara lisan. Untuk pendapat anggota
yang disampaikan lewat tulisan sebagaimana tercantum dalam berita
acara, biasanya sudah disiapkan jawabannya oleh pengurus. Tapi untuk
pernyataan yang disampaikan secara lisan, inilah yang biasanya membuat
pengurus terkadang tergagap bagi yang tidak siap dengan materinya.
Hal tersebut biasanya terjadi pada saat Rapat Anggota Tahunan yang
membahas Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus dan Pengawas. Karena
dalam forum itulah pengurus harus mempertanggung jawabkan hasil
kerjanya selama setahun. Saat itulah biasanya pengurus deg-deg an.
Wajar memang, karena tidak ada manusia yang sempurna. Begitu pula
pengurus dalam pengelolaan koperasinya. Dan wajar pula bila anggota
kemudian juga mempertanyakan ketidak sempurnaan tersebut. Tapi
kebanyakan pertanyaan anggota karena ketidak tahuannya.
Dengan demikian permasalahannya bagaimana membuat anggota faham
terhadap kondisi koperasinya. Dan bisa mengerti terhadap kendala yang
dihadapi pengurus dalam pengelolaan koperasinya. Dari kefahaman dan
pengertian itulah yang kemudian membuat anggota bisa menerima serta
menyetujui LPJ.
Sementara pada Rapat Anggota membahas Rencana Kerja & RAPB biasanya
juga tidak begitu menegangkan. Karena dalam hal ini anggota biasanya
hanya menyampaikan usulan dan sedikit kritikan tentang rencana yang
dibuat pengurus. Kendati demikian ketegangan terjadi manakala, ada
usulan yang dipaksakan. Disinilah kemampuan penguasaan Pengurus
tentang koperasinya akan teruji.
Bagaimanapun Pengurus harus faham tentang sistem yang diterapkan, tahu
tentang potensi dan kendala yang dihadapi koperasinya. Dengan demikian
setiap usulan yang disampaikan bisa cepat dianalisa berdasarkan
potensi dan kendala yang ada. Sehingga alasan yang disampaikan pada
anggota adalah logis. Dan pada akhirnya keputusan yang diambil bukan
menjadi pemberat tapi menjadi pendorong bagi koperasi untuk bisa terus
berkembang.
Pada koperasi yang mempunyai anggaran cukup, biasanya Rapat Anggota
dilaksanakan 2 kali. Pada Desember biasanya Rapat Anggota untuk
membahas Rencana Kerja dan RAPB tahun berikutnya. Sedang pada Pebruari
dilaksanakan Rapat Anggota yang membahas LPJ Pengurus dan Pengawas.
Sementara bagi koperasi primer dengan anggaran pas-pasan, biasanya
penyelenggaraan kedua jenis Rapat Anggota tersebut dijadikan satu.
Sedangkan sesuai dengan ketentuan UU Koperasi No 25/1992, Rapat
Anggota yang didasarkan waktu dan tujuan dibagi menjadi Rapat
Pembentukan Koperasi, Rapat Rencana dan Pertanggung Jawaban, Rapat
Anggota Luar biasa. Sementara didasarkan waktu pelaksanaanya diatur
dalam Psl 26, ayat 1 dan 2. Dalam ketentuan tersebut Rapat Anggota
diadakan paling sedikit 1 kali dalam setahun. Dan Rapat Anggota untuk
pengesahan LPJ diselenggarakan paling lambat 6 bulan setelah tahun
buku lampau.
Dalam UU No 25 tahun 1992 Pasal 21 ayat 1 juga disebutkan tentang
perangkat organisasi. Pada ketentuan tersebut yang dimaksud perangkat
organisasi terdiri dari anggota, pengurus dan pengawas. Pengurus dalam
hal ini berperan sebagai penyelenggara Rapat Anggota, memimpin dan
mengendalikan persidangan, memaparkan pertanggung jawaban, memaparkan
rencana kerja dan rencana keuangan. Kemudian juga menjawab dan
menjelaskan pertanyaan peserta. Sedang peran Pengawas adalah
memaparkan hasil pengawasan, memaparkan rencana pengawasan dan
menjawab serta menjelaskan pertanyaan peserta.
Agar persidangan Rapat Anggota bisa berjalan, tentu ada rambu-rambu
yang harus dipatuhi. Untuk ketukan palu saja juga ada aturannya.
Ketukan palu satu kali sebagai keputusan. Sedang ketukan 2 kali
sebagai tanda skorsing dan pencabutannya, perpindahan pimpinan sidang.
Ketukan palu 3 kali menunjukan tanda pembukaan ataupun penutupan. Tapi
bila ketukan palu lebih dari 3 kali hali ini dimaksudkan untuk
menenangkan forum atau minta perhatian forum.
Persidangan baru bisa dimulai bila qourum terpenuhi. Dalam tata tertib
biasanya disebutkan sidang Rapat Anggota dianggap syah bila dihadiri
oleh sekurang-kurangnya 50 % + 1 dari jumlah anggota yang diundang.
Sementara peserta sidang tentu diharapkan bisa menjaga tata tertib
persidangan sebagai etika forum. Selain itu mempunyai dasar dari tiap
dialog yang dibangun. Untuk itu peserta juga harus faham tentang
tujuan persidangan.
Tapi bagaimanapun, pimpinan sidang akan sangat menentukan jalannya
persidangan. Untuk itu suatu yang wajib bagi pimpinan sidang agar
menguasai materi persidangan. Disamping itu juga menguasai tata cara
sidang serta faham tujuan. Pimpinan sidang juga harus mampu
memfasilitasi kebutuhan forum dengan cara jadi pendengar yang baik
serta kritis. Namun pimpinan juga harus tegas pada keputusan-keputusan
yang telah diambil.
Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Sumber : http://www.keuanganlsm.com/article/sisa-hasil-usaha-shu-koperasi/
Istilah sisa hasil-usaha atau SHU dalam organisasi badan usaha
koperasi dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi pertama, SHU
ditentukan dari cara menghitungnya yaitu seperti yang disebut di dalam
Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian. Sehingga SHU adalah
merupakan laba atau keuntungan yang diperoleh dari menjalankan usaha
sebagaimana layaknya sebuah perusahaan bukan koperasi. Dari sisi
kedua, sebagai badan usaha yang mempunyai karakteristik dan
nilai-nilai tersendiri, maka sebutan sisa hasil usaha merupakan makna
yang berbeda dengan keuntungan atau laba dari badan usaha bukan
koperasi. Sisi ini menunjukkan bahwa badan usaha koperasi bukan
mengutamakan mencari laba tetapi mengutamakan memberikan pelayanan
kepada anggotanya.
Kontribusi anggota terhadap kegiatan usaha koperasi dapat berbentuk
kewajiban anggota untuk membayar harga atas pelayanan koperasi. Di
dalam harga atas pelayanan koperasi terdapat unsur pendapatan
koperasi, yang akan digunakan oleh koperasi guna menutupi biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh organisasi koperasi. Secara keseluruhan, bentuk
kontribusi anggota terhadap kebutuhan pembiayaan koperasi dapat
terdiri dari:
1. Partisipasi Bruto, yaitu partisipasi anggota terhadap seluruh biaya
yang dikeluarkan oleh koperasi dalam rangka memberikan
pelayanan-pelayanan, Partisipasi bruto dihitung dari harga pelayanan
yang diterima atau dibayar oleh anggota;
2. Partisipasi Neto, yaitu partisipasi anggota terhadap biaya-biaya di
tingkat organisasi koperasi, dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi
sebagai pemegang mandat anggota.
Pendapatan koperasi akan diterima pada saat anggota koperasi membayar
harga pelayanan-pelayanan koperasi. Berarti pendapatan koperasi
merupakan partisipasi bruto anggota terhadap keseluruhan pembiayaan
usaha koperasi (dalam hal perusahaan bukan koperasi, pembayaran oleh
konsumen kepada perusahaan tidak dapat disebut partisipasi konsumen
kepada perusahaan).
Sumber : http://www.keuanganlsm.com/article/sisa-hasil-usaha-shu-koperasi/
Istilah sisa hasil-usaha atau SHU dalam organisasi badan usaha
koperasi dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi pertama, SHU
ditentukan dari cara menghitungnya yaitu seperti yang disebut di dalam
Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian. Sehingga SHU adalah
merupakan laba atau keuntungan yang diperoleh dari menjalankan usaha
sebagaimana layaknya sebuah perusahaan bukan koperasi. Dari sisi
kedua, sebagai badan usaha yang mempunyai karakteristik dan
nilai-nilai tersendiri, maka sebutan sisa hasil usaha merupakan makna
yang berbeda dengan keuntungan atau laba dari badan usaha bukan
koperasi. Sisi ini menunjukkan bahwa badan usaha koperasi bukan
mengutamakan mencari laba tetapi mengutamakan memberikan pelayanan
kepada anggotanya.
Kontribusi anggota terhadap kegiatan usaha koperasi dapat berbentuk
kewajiban anggota untuk membayar harga atas pelayanan koperasi. Di
dalam harga atas pelayanan koperasi terdapat unsur pendapatan
koperasi, yang akan digunakan oleh koperasi guna menutupi biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh organisasi koperasi. Secara keseluruhan, bentuk
kontribusi anggota terhadap kebutuhan pembiayaan koperasi dapat
terdiri dari:
1. Partisipasi Bruto, yaitu partisipasi anggota terhadap seluruh biaya
yang dikeluarkan oleh koperasi dalam rangka memberikan
pelayanan-pelayanan, Partisipasi bruto dihitung dari harga pelayanan
yang diterima atau dibayar oleh anggota;
2. Partisipasi Neto, yaitu partisipasi anggota terhadap biaya-biaya di
tingkat organisasi koperasi, dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi
sebagai pemegang mandat anggota.
Pendapatan koperasi akan diterima pada saat anggota koperasi membayar
harga pelayanan-pelayanan koperasi. Berarti pendapatan koperasi
merupakan partisipasi bruto anggota terhadap keseluruhan pembiayaan
usaha koperasi (dalam hal perusahaan bukan koperasi, pembayaran oleh
konsumen kepada perusahaan tidak dapat disebut partisipasi konsumen
kepada perusahaan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar