Mengenai Saya

Foto saya
lahir di kota ihsan pinggiran jakarta laah, di keluarga yg sangat sangat sangat sederhana ._.v

Kamis, 01 Januari 2015

Tugas 4

Nama               : Mursidah
NPM               : 15211037
Mata Kuliah    : Etika Bisnis

MORALITAS KORUPTOR

ABSTRAKSI
Mursidah, 15211037
“MORALITAS KORUPTOR”
            Penulisan yang berjudul “MORALITAS KORUPTOR” ini membahas tentang korupsi yang semakin marak dewasa ini. Mengapa bisa tejadi dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab. Setiap menjalankan kehidupannya, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku di masyarakat. Untuk itu, manusia harus empunyai apa yang disebut moral. Moral menekanlan manusia untuk bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Penulisan ini di latarbelakangi Korupsi bertumbuh sangat subur dan rumit sehingga siap meruntuhkan setiap sstruktur masyarakat. Koruptor yang biasa disebut orang yang melakukan tindakan pidana korupsi, merupakan salah satu contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi dari sumber-sumber yang terdapat di internet.




BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
      Setiap menjalankan kehidupannya, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya melakukan perbuatan yang melanggar norma atau aturan yang berlaku di masyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa yang di sebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, bayangkan jika seorang manusia tidak mempunyai moral. Dia akan di anggap buruk oleh masyarakat. Pada penulisan ini, penulis membahas tentang moral seorang koruptor. Koruptor yang biasa di sebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai moral akan mudah melakukan hal seperti itu. Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengambil judul “Moralitas Koruptor”.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1.      Mengapa korupsi bisa terjadi?
2.      Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis?
3.      Siapa yang harus bertanggung jawab?


1.3  Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini mencankup tentang moralias dan juga korupsi.


1.4  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mencari tahu mengapa korupsi bisa terjadi? Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis? Dan siapa yang harus bertanggung jawab?.
BAB II
Landasan Teori

2.1  Moralitas
      Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang di terima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan asusila. Kondisi mental yang bisa membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdusplin dan sebagainya.
      Moral secara etimologi di artikan:
a.       Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu
b.      Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistematika dalam etika.
Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan yang baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. Kemiduan “etika” yang berate kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup dalm masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.
Moralitas yang secra leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup masyarakat.
Secara terminologimoralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda. Menurut Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan skap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa amrih.
W. Poespoprodjo, moralitas adalah kulaitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hak baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingkah laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah di tetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dimanisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu di tetapkan berdasarkan consensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.

2.2   Korupsi
      Korupsi merupakan sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Kata ini sudah menjadi buah bibir bagi pemberitaan-pemberitaan saat ini. Indonesia adalah salah satu negara yang termasuk tinggi dalam tingkat korupsinya. Korupsi banyak yang mengartikan bahwa sebuah sogokan atau mengambil yang bukan merupakan haknya, mungkin banyak arti lain dari korupsi. Tetapi. Pada intinya korupsi itu merupakan sebuah hal yang dapat merugikan bagi setiap negara.
      Korupsi atau rasuah (bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan pejabat public, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan public yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
      Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Perbuatan melawan hukum
b.      Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
c.       Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
d.      Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya :
a. Memberi atau menrima hadiah (penyuapan)
b.Penggelapan dalam jabatan
c. Pemerasan dalamjabatan
d.      Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
e. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggaran negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalm bentuk penggunaan, pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan dan sebagainya.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan criminal seperti penjualannarkotika, pencurian uang, dan prostitusi.

2.3  Dampak Negatif Korupsi
2.3.1  Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan lelislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan, korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum, dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintahan, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau di naikkan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.3.2  Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distrosi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sector private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran illegal, ongkos menajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang meyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, consensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan penyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi di lindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distrosi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan uoah tersedia lebih banyak.pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup atau atur-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur, dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya di investasikan kedalam negeri. Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
Pakar dari Universitas Massachussets memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan atau kurangnya pembangunan telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel asset-aset pemerintah lama yang sering di dapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

2.3.3  Kesejahteraan Uum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.





BAB III
Metode Penelitian

3.1  Metode Peneliti
Metode penelitian ini mencari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan masalah. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang di peroleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain.

BAB IV
Pembahasan

4.1  Mengapa Korupsi bisa Terjadi?
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab korupsi yang biasanya terjadi :
1.      Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make up politik, bersifat sementara dan selalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2.      Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
3.      Langkanya lingkungan yang anti korup: sistem dan pendoman antikorupsi hanya dilakukan sebats formalitas.
4.      Rendahnya pendapatan penyelenggaraan negara. Pendapatan yang diperoleh haris mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5.      Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6.      Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7.      Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
8.      Budaya permisif/serba membolehkan: menganggap biasa bila ada korupsi karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9.      Gagalnya pendidikan agama dan etika: ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan intitusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.

4.2  Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis?
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Disamping itu, juga menciptakan perilau buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan, dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakat lah yang akan di rugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang/jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing-masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini di akibatkan karena perusahaan-perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akanmenggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini di pertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan di rugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.

4.3  Siapa yang harus bertanggung jawab?
Pertanyaan di atas sangat sederhana, bahkan barangkali naïf. Namun, jawabannya tidak akan pernah sederhana, dan juga tidak akan naïf, kecuali jika direkayasa sebagai pembenaran belaka. Contoh sederhana adalah apa yang terbentang luas dihadapan negeri ini. Banyak lembaga pengawasan, korupsi juga kian menggila. Anehnya, perbandingan antara koruptor yang ditangkap dan jumlah korupsi yang ditenggarai tidaklah sepadan sama sekali. Ibarat membandingkan semut dengan gajah. Sejak awal keberadaannya, sesuai Keppres 31 Tahun 1893, BPKP telah memangku tugas pokok: mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pengawasan pembangunan, menyelenggarakan pengawasan umum dalam penggunaan dan pengurusan keuangan, menyelenggarakan pengawasan pembangunan. Pelaksanaan tugas pokok tersebut terjabarkan dalam 16 fungsi, yang salah satunya adalah: “melaksanakan pengawasan khusus terhadap kasus-kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan dan kasus-kasus yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Bdan Usaha Milik Daerah.” Ke 15 fungsi lainnya adalah dalam rangka pengawasan dalam perbaikan manajemen. Untuk melaksanakan pemeriksaan khusus, BPKP memperoleh masukan sebagai dasar pendalaman dari pengaduan masyarakat dan pengembangan dari hasil pemeriksaan. Tugas yang harus dilaksanakan adalah mengungkapkan:
a.       Keterjadian penyimpangan
b.      Adanya bukti kerugian keuangan Pemerintah
c.       Adanya bukti orang atau badan yang melakukan penyimpangan
d.      Adanya bukti orang atau badan yang menikmati hasil penyimpangan.
Jika di ketemukan bukti-bukti tersebut, maka kasusnya akan diteruskan ke aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Agung untuk di proses sesuai hukum yang berlaku. Penyelesaian kasus tersebut sangat tergantung dari proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
Selam ini, banyak yang mengamati bahwa proses pemeriksaan di pengadilan sering kali cenderung melemahkan temuan pemeriksaan, sehingga apa yang telah dihasilkan oleh BPKP tidak terungkap atau tidak terbukti di pengadilan.
Lantas siapa yang harus bertanggung jawab memberantas korupsi? Koruopsi itu apa? Menurut kamus Bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan busuk, penyelewengan, penggelapan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan UU Nomor 3 Tahun 1999, unsur-unsur korupsi adalah: dilakukan oleh barang atau badan, adanya perbuatan melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau badan, dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam kehidupan sehari-hari, praktik tindak pidana korupsi sendiri sebenarnya juga seringkali tidak disadari oleh pelaku, sebagai contoh :
Seseorang menerima sejumlah pembayaran dari petugas perusahaan atau institusi dengan menandatangani kwitansi yang nilainya lebih besar dari jumlah yang di terima. Pada kasus demikian, orang yang bersangkutan merasa tidak bersalah, dengan berfikir bahwa kwitansi tersebut tidak berhubungan dengan kewajibannya, dimana yang penting uang diterima sesuai permintaan, meskipun berakibat bahwa perusahaan atau institusi harus mengeluarkan uang lebih besar dari yang seharusnya. Kelebihan pembayaran adalah menjadi hak petugas yang bersangkutan. Kasus di atas memenuhi unsur tindak pidana korupsi, karena pertama, yang menandatangani kwitansi telah melakukan penyimpangan dengan memberi keterangan palsu atau tidak benar. Kedua, menguntungkan petugas perusahaan. Ketiga, dapat merugikan keuangan negara atau perusahaan. Keempat, dilakukan oleh yang menandatangani kwitansi.
Contoh sederhana di atas hanyalah sebagian kecil dari praktik korupsi sehari-hari yang secara tidak sadar dan sadar telah dilakukan oleh kelompok masyarakat umum, hal lain yang dapat dikelompokan memenuhi unsur tindak pidana korupsi adalah:
a.       Menggunakan mobil dinas (bukan mobil pejabat) untuk kepentingan pribadi
b.      Tidak memerintahkan pindah dari rumah dinas walaupun sudah tidak berdinas
c.       Menyewakan aula kantor dan hasilnya untuk dana kesejahteraan karyawan
d.      Menggunakan ruang kantor untuk pendidikan suatu yayasan tanpa sewa
e.       Menggunakan sisa hasil pungutan ujjian negara untuk kepentingan yayasan
f.       Menggunakan ruang kantor untuk took koperasi karyawan tanpa sewa
g.      Tidak menyantumkan bukti potongan pembayaran pada bukti pembayaran dan memanfaatkan penerima potongan untuk dana kesejahteraan karyawan.
Selama hal-hal diatas tidak bisa dienyahkan, maka pemberantasan korupsi hanya akan menjadi sebuah utopia. Memang, tindakan-tindakan sebagaimana di contohkan di atas terasa kental keberadaannya, meskipun seringkali sulit menemukan pembuktian keterjadiannya. Misalnya, bukti surat sebagaimana diatur dalam KUHAP adalah kwitansi yang di tandatangani. Namun, kalau masyarakat tidak mengakui bahwa kwitansi yang tealah di tanda tangani adalah salah, maka bagaimana mungkin pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, pertanyaan sederhana yang harus diulang adalah siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap korupsi? Dalam praktik pemeriksaan, seringkali diketemukan penyimpangan, tetapi kebanyakan berbenturan dengan kenyataan bahwa kesimpulan hasil pemeriksaan harus berhadapan dengan bukti yang diperlukan, sementara bukti yang dimiliki telah memenuhi unsur bukti, dan hasil konfirmasi dari yang menerbitkan bukti adalah benar, dan hasil analisis bukan merupakan bukti, maka apa yang anggapan pemeriksa bahwa telah terjadi penyimpangan seringkali menjadi tidak mampu diungkapkan. Masalah-masalah kecil tapi mendasar sebagaimana di ungkapkan dia atas adalah salah satu alasan mengapa pemeriksaan seringkali gagal mengungkap tindak pidana korupsi. Kegagalan dimaksud juga bukan lantaran semata ketidaksungguhan aparat, melainkan karena adanya kecenderungan masyarakat umum secara tidak sadar dan sadar tidak mendukung secara riil upaya menghilangkan korupsi dari negara tercinta ini. Jika budaya tertib masyarakat telah tercipta, bisalah diharapkan efektivitas pemberantasan korupsi. Dengan demikian, diperlukan ke ikutsertaan seluruh komponen bangsa, untuk memulai dari yang kecil-kecil, sehingga tercipta sebuah iklim kondusif untuk mengenyahkan tindak pidana korupsi yang besar-besar, yang seringkali tidak terjamah oleh keputusan hukum.




BAB V
Kesimpulan

5.1  Kesimpulan
      Berdasarkan pembahasan diatas, moralitas memang sangat dibutuhkan bagi setiap insan manusia. Moralitas bisa menjadi tolak ukur bagi manusia untuk membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Banyak sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dai faktor tersebut lagi-lagi hukum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang menjadi surge bagi para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin lemah kekuatan hukumnya semakin besar celah korupsi bagi para koruptor.

5.2  Saran
      Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang baik sejak dini, itu merupakan modal awal manusia untuk bisa mencegah segala perbuatan korupsi yang dapat merugikan negara. Dan juga menguatkan kekuatan hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukum mati. Karena hukuman penjara bagi mereka itu nerupakan hkuman yang sangat mudah dan malh menjadi banyak yang tertarik dengan melakukan tindak korupsi tersebut. Jadi, korupsi tidak akan pernah ounah jika memang tidak ada kesadaran dari diri masing-masing. Untuk itu, jika ingin mencoba melawan korupsi, cobalah dari diri kita sendiri, jangan hanya bisa melakukan pencitraan, yaitu berbicara melawan korupsi tetap di belakangnya dia melakukan itu.




DAFTAR PUSTAKA

axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCrorriston (2004), Corruption Around the World: Evidence from a Structural Model
indopos.co.id, 27 Sept 2005