Perbatasan Wilayah Negara Indonesia
dengan Negara Lain – Perjanjian Bilateral dan Persoalan yang ada
Negara Republik
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara
6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan
Pasifik dan Lautan Hindia,
antara benua Asia dan benua Australia,
dan pada pertemuan dua rangkaian pegunungan,
yaitu Sirkum Pasifik dan
Sirkum Mediterranean. Indonesia memiliki garis pantai
sekitar 81.900 kilometer dan wilayah perbatasan dengan banyak negara baik
perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik
Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Malaysia, Papua
Nugini dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau,
empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik
perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan,
baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya.
Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India,
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia,
Timor Leste dan Papua Nugini.
Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas landas
kontinen dengan negara-negara tetangga dengan semangat good neighboorhood
policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik, seperti :
·
Indonesia – Malaysia
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah
garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977. Indonesia telah
mennetukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil, beberapa bagian
perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut menjadi laut
Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut
wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut
ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous
Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut
wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau
kurang dari 24 mil laut. Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan
Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke
titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969 dan berlaku mulai
7 November 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan
(Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis
Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat
tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak
Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya
pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara. Akibat belum adanya
kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering
terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena
Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus
merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut
kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut
Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line
antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau
timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state,
Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai
base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut.
·
Indonesia
– Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia
dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara
dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan
pada kesepakatan kedua pemerintah. Titik-titik koordinat itu terletak di Selat
Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia
dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya
kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang
ditarik dari titik koordinat.
Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan
reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah
laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi,
Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas.
Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan
harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang.
Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru,
dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.
Namun dengan melalui perundingan kedua negara, akhirnya
menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30
Agustus 2010. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas,
sepanjang 12,1KM. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua
tim negosiasi telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan
berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi
polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik
perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik
kedua negara. Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bagian Barat (Pulau Nipa dengan
Tuas, disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi
(bandara) dan Timur 2 antara Bintan.
·
Indonesia
– Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis
lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati
dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan
Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada tanggal 17 Desember 1971 dan
berlaku mulai 7 April 1972.
Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal
Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The
exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond and adjacent to
the territorial sea whose breadth extends to two hundred nautical miles
measured from the baselines use for measuring the breadth of the Territorial
Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan
tentang penetapan batas antar negara.
·
Indonesia
– India
Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah
Sumatera dengan kepulauan Nikobar, ditandatangani tanggal 8 Agustus 1974 dan
berlaku mulai 8 Agustus 1974. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua
negara masih belum ada kesepakatan.
·
Indonesia
– Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak
antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada
12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8
Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang
penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974.
Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional
Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef
(Pulau Ban); Scott
Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air
tawar di East
Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore
Reef). Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan
ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang
pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda
tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan
melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974.
Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan MOU 1974.
·
Indonesia
– Vietnam
Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan
sebuah Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam
memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin
memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80
mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam.
Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point.
Di mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis
lain panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya
mencapai total luas 27.000 mil2.
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200
mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar
Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena
Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari titik
pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.
·
Indonesia
– Filipina
Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan
Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis
batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun
sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia
(Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu
didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of
paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the
archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB
tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
·
Indonesia
– Republik Pulau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara
geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50”
BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan
pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur
dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan. Palau memiliki
Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona
Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal
itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang
diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara
agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.
·
Indonesia
– Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan
terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut.
Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah
dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang. First Meeting Joint Border
Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember
2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa
deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas
maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli,
pada Juli 2003.