http://www.dataworksindonesia.com/resource/cooperative/index.php?act=article&id=673&title=Artikel%20Tentang%20Koperasi&title2=Pertumbuhan%20Koperasi%20di%20Indonesia
PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Pada tahun
1844 lahirlah koperasi untuk pertama kalinya di Inggris, yang terkenal dengan
nama Koperasi Rochdale Charles Howart. Lau di Jerma, Perancis dan Denmark,
bahkan Denmark menjadi negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan
ekonominya melalui koperasi.
Perkembangan
koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam 2 masa, yaitu masa
penjajahan dan masa kemerdekaan.
MASA
PENJAJAHAN
Gerakan
koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisiatif tokoh Raden Aria Wiriatmadja
pada tahun 1896. Dia adalah seorang patih di Purwokerto (Banyumas), beliau
berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah
darat melalui koperasi. Dengan bantuan dari E. Siegberg seorang asisten residen
Purwokerto, Raden Aria mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Akhirnya mereka
bersama-sama mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen (koperasi simpan
pinjam untuk kaum tani).
Gerakan
koperasi semakin meluas, dengan munculnya pergerakan nasional yang menentang penjajahan.
Boedi Oetomo yang berdiri pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah
tangga (koperasi konsumsi). Serikat Islam pada tahun 1913 memajukan koperasi
dengan bantuan modal dan mendirikan toko koperasi. Pada tahun 1927 usaha
koperasi dilanjutkan oleh Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di Surabaya. Partai
Nasional Indonesia (PNI) didalam kongresnya di Jakarta juga berusaha
menggelorakan semangat koperasi.
Pergerakan
koperasi selama masa penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancar karena
pemerintah Belanda (VOC) selalu berusaha menghalanginya. Untuk membatasi perkembangan
koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April
No. 431 tahun 1915, yang isinya:
- Mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jendral
- Akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
- Ongkos materai sebesar 50 golden
- Hak tanah harus menurut hukum eropa
- Harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi
Peraturan
ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para
pendiri koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk
“panitia koperasi” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini bertugas untuk
meneliti 'perlunya koperasi'. Lalu pada tahun 1927 pemerintah Belanda
mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari peraturan sebelumnya, yang
isinya antara lain:
- Akta tidak perlu dengan perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
- Ongkos materai 3 golden
- Hak tanah dapat menurut hukum adat
- Berlaku untuk orang Indonesia asli, yang menpunyai hak badan hukum secara adat
Dengan
keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kembali. Lalu pada masa
penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Koperasi hanya
dijadikan alat oleh Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang
kebutuhan untuk Jepang. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia
dikatakan mati.
MASA
KEMERDEKAAN
Setelah
bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali
kehidupan ekonomi. Koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan, sesuai dengan
UUD 1945 pasal 33.
Pada awal
kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat
sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementrian Kemakmuran. Pada tahun 1946,
berdasarkan data Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2500 koperasi. Pada saat
itu koperasi berkembang dengan pesat. Namun karena sistem pemerintahan
berubah-ubah, terjadilah kehancuran koperasi di Indonesia menjelang
pemberontakan G30S/PKI. Partai-partai memanfaatkan koperasi untuk kepentingan
partainya, sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan dan takut menjadi anggota
koperasi.
Pada tahun
1947 pemerintah berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa
Barat. Kongres ini menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain:
- Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI)
- Menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
- Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi
Akibat
tekanan dari berbagai pihak, misalnya agresi Belanda, keputusan Kongres
Koperasi I belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Sehingga pada tanggal 12
Juli 1953 diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang menghasilkan
beberapa keputusan sebagai berikut:
- Membentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) sebagai pengganti SOKRI
- Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
- Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
- Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru
Kebijakan
pemerintah untuk melaksanakan program koperasi:
- Menggiatkan pembangunan koperasi
- Memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
- Memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil
Organisasi
perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki, karena koperasi
dapat membantu pengusaha dan petani ekonomi lemah. Untuk itu pemerintah harus
menjalankan program koperasi tersebut di atas.